Sepiritualitas dan Agama Era Industrialisasi
Peran Intelektual Muslim Dan Masalah Umat Muslim
Dalam kehidupan bersosial masyarakat khususnya dalam mambangun sebuah peradaban atau tatanan social yang baik, tidak selalu memiliki sebuah proses yang selalu lancar dan berakhir dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan beberapa hal penting yang menjadi tugas pokok seorang intelektual khususnya intelektual musim dalam membentuk sebuah tatanan social atau umat. Berikut terdapat dua hal yang menjadi tantangan bagi seorang intelektual :
*). Membentuk sebuah logika yang rasional.
*). Membantu masyarakat dalam sebuah intellectual war (perang gagasan atau ideologi).
1. Membentuk sebuah logika yang rasional.
Seperti yang sudah tercatat atau berdasarkan fenomena social yang pernah kita dapati bahwasannya masyarakat kita (Jawa) khususnya tidak lepas dari pola piker mistika yang sudah bercokol lama hingga saat ini, walaupun di era industrialisasi seperti ini pola pikir mistika tidak mendominasi di kalangan masyarakat namun mereka masih ada. Melihat itu semua, khususnya di era industrialisasi seperti ini belum tentu ada seorang intelektual yang bisa memberikan pemahaman terkait pentingnya membangun pola pikir, terlebih lagi banyak kalangan intelektual yang sudah membentuk atau terkait dengan beberapa fraksi entah itu di tingkat sekolah, pondok pesantren, hingga partai politik. Sehingga dengan adanya itu semua tidak akan mudah dalam menyampaikan sebuah kebaikan kepada masyarakat terlebih lagi antar golongan selalu melempar rasa curiga satu sama lainnya dan itu tidak jauh dari prasangka kepentingan dari tiap golongan, oleh sebab itu dibutuhkan sebuah kesadaran teologis berupa niyyah, yakni kesadaran yang konsisten dan rasa ikhlas.
Sebuah kesadaran adalah intisari yang sangat penting dan harus dimiliki oleh semua orang khususnya para intelektual muslim dalam membantu membentuk sebuah tatanan social yang baik. Bila di bandingkan dengan faham Marxisme, metode Islam lebih cenderung mengedepankan perstruktur dari pada struktur. Dengan kata lain Islam sangat memandang pentingnya iman, ilmu, amal untuk membentuk pribadi dan membangun tatanan social (dari dalam diri ke luar). Dengan begitu masyarakat muslim adalah masyarakat yang demokratis tanpa koersi dan struktur. Bagi metodologi Islam, struktur adalah cara untuk memperstruktur dan bukan berarti melupakan sebuah struktur melainkan tetap focus membangun superstruktur itu. Hal itu dikarenakan corak demokrasi yang diemban oleh Islam adalah ukhwah islamiyyah, yang mana itu sulit untuk dicapai dan penuh konsekwensi.
Terlebih lagi pola pikir yang sudah berkembang (mistika), menggerus logika yang rasional dan mengedepankan hati, sehingga kesadaran hati adalah kesadaran yang mutlak utuk kebenaran. Untuk itu diperlukan sebuah usaha untuk memahamkan dan membangun suatu logika yang rasional. Rasionalitas yang terbagun tersebut diperlukan untuk mengimbangi kata-kata hati yang sering dimayoritaskan oleh banyak orang. Logika mistika dan kata hati adalah bukan sebuah tujuan yang kolektif, melainkan kesadaran rasional adalah sebuah pemahaman yang penting untuk membentuk sebuah masyarakat.
Tuhan telah memberikan banyak alat pada tubuh manusia seperti akal, hati, panca indra, intuisi dan lain sebagainya. Namun bila mendominankan selain akal, bagaimanapun seseorang tersebut telah kehilangan sebuah alat saringan yang berupa pemahaman, memahami, analisis dan hal penting lainnya.
2. Membantu masyarakat dalam sebuah intellectual war (perang gagasan atau ideologi).
Di kehidupan yang sekuler seperti ini tidak ada sebuah kebenaran yang bersifat ahistoris selain agama. Hal itu tentu perlu sebuah penjelasan yang mana agama di satu pihak sebagai sebuah kebenaran mutlak secara pribadi dan di sisi lain agama juga dianggap penting bagi orang lain, sehingga dianggap relevan dengan sector public. Pada dasarnya agama tidak hanya mengatur urusan pribadi saja, melainkan juga mengantur tentang sector public, ekonomi, social, politik dan lain sebagainya. Oleh sebab itu perlu yang Namanya seorang intelektual yang mampu dalam menjelaskan itu semua kepada semua kalangan.
Seiring berkembangnya zaman (industrial), hampir semua orang mengungkapkan rasa setuju akan pentingnya sebuah spiritualisme, namun di sisi lain agama adalah suatu yang bersifat diintitusionalkan dan membuat banyak masyarakat menjadi ragu-ragu dalam memahami pentingnya ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kedudukan Tuhan masih terus diakui dan diyakini, namun kedudukan agama dalam lingkup social tetap disangsikan. Kejadian seperti itu terdapat sebuah proses yang transendentalisasi, yakni Tuhan akan terus transenden dan itu akan bertentangan dengan agama yang mana agama meginginkan Tuhan selalu terlibat dalam semua urusan manusia dalam keseharian.
Seperti halnya ilmu psikologi islam, ekonomi syariah, hukum islam dan lain sebagainya (yang benar-benar murni bersadar pada islam) adalah salah satu harapan agama untuk mempertemukan antara Tuhan dengan kehidupan manusia dan dalam memahami itu perlu seorang intelektual yang mampu menjelaskan pentingnya ilmu agama dalam kehidupan manusia. Sejatinya semua kehendak Tuhan sudah disampaikan kepada manusia melalui firman-firmannya yang berbentuk kitab (agama), dan sungguh tidak bisa dipisahkan antara Tuhan dan agama.
Sumber :
1. Prof. Dr. Kuntowijoyo (Muslim Tanpa Masjid).
2. H.O.S Cokroaminoto (Islam dan Sosialisme).
3. Tan Malaka (Madilog).
Posting Komentar untuk "Sepiritualitas dan Agama Era Industrialisasi"